RSSBERITA DAERAH
Senin, 20 Agustus 2012

Mengenal Kisah Dibalik Nama Lubuk Resam

1 komentar

DARI PENGEMBARAAN SEORANG PUTRA KERAJAAN MATARAM

Oleh : Rahman Ali, ST

Cerita ini bermula dari pecahnya Kerajaan mataram lama disebabkan karena datangnya Bangsa Portugis untuk menjajah wilayah itu. Karena tidak ingin dijajah akhirnya anak-anak raja Mataram lama berpencar untuk menyelamatkan diri.
Salah satunya bernama Raden Probodani. Raden Probodani pergi mengembara ke daerah Sumatera, dimana pada masa itu Pulau Sumatera dan Pulau Jawa belum dibatasi Selat Sunda.
Pengembaraan Raden Probodani ini sampailah ke Lubuk Sekumbung daerah Muara Jambi, sesampai di Lubuk Sekumbung Raden Probodani memutuskan untuk meneruskan pengmbaraannya ke hulu Sungai Batanghari.
Sesampai di Persimpangan Sungai Muara Tembesi Raden Probodani memutuskan mengambil arah kiri pada persimpangan Sungai tersebut.
Ia pun melanjutkan perjalanannya, sesampai di Muara Merangin sebelah hilir Pauh Raden Probodani menemukan Munam-munam (sampah pembersih rambut) hanyut. Berdetak di hati Raden Probodani. “Ada kehidupan di daerah hulu sungai,” hatinya berkata.
Ia pun melanjutkan pengembaraanya menyusuri Sungai Tembesi terus ke hulu sungai. Sesampai di Daerah Sarolangun, Muara Sungai Batang Asai. Raden Probodani kembali menemukan Munam-munam hanyut, hal ini semakin membuat Raden Probodani penasaran. Ia pun terus melanjutkan perjalanannya, sesampai di Batu Penyabung Raden Probodani tak menemukan lagi Munam-munam hanyut, lalu ia memutuskan untuk kembali ke hilir.
Sesampai di Teluk Kecimbung ia melihat ada Tujuh Putri Kayangan sedang mandi dan berkecimbung (menggerak-gerakan kaki di air).
Raden Probodani terus mengamati ke Tujuh Putri Kayangan ini mandi. Setelah selesai mandi satu-persatu Putri Kayangan ini mengambil pakaian dan terbang.
Tiga hari Raden Probodani mengamati aktivitas Tujuh Putri Kayangan ini, dalam pengamatannya Raden Probodani mengetahui bahwa pada saat Putri Kayangan ini turun untuk mandi, turunnya diawali oleh Putri paling Bungsu dan Terbang ke Kayanganpun  Putri Bungsulah yang terakhir.
Pada hari ketiga Raden Probodani berniat mencuri pakaian Putri Bungsu, setelah mencuri pakaian itu karena kesaktiannya Raden Probodani merubah rupanya menjadi seorang kakek yang tua renta sambil memancing di hilir tempat pemandian Putri Kayangan itu, Pakaian dan kain Putri Bungsu yang dicurinya ia sembunyikan di bawah pahanya.
Seperti biasa setelah mandi, keenam aputri terbang ke kayangan diawali dari Putri yang lebih tua, sewaktu Putri Bungsu ingin mengambil pakaiannya, iapun terkejut karena pakaiannya ternyata tidak ada. Putri bungsupun mencari pakainnnya sampai kehilir tempat pemandian, sewaktu mencari ia melihat seorang kakek tua sedang memancing. Putri Bungsupun bertanya kepada kakek itu “Kek, adakah kau melihat pakaian kain ku hanyut,” kata Putri Bungsu. Kakek tua menjawab :”Usahakan dapat, umpan pancingku tak disentuh oleh ikan”
Keenam Putri Kayangan yang telah terbang ke Kayangan terkejut melihat Putri Bungsu tidak ada bersama mereka, merekapun kembali kebawah ( ketempat pemandian,red ) untuk mencari sang adik, sesampai di tempat pemandian keenam Putri Kayangan terkejut melihat Putri Bungsu bersama si kakek tua, bertanyalah Putri Tertua kepada Putri Bungsu mengapa dirinya tak terbang ke kayangan.
“Mengapa kau tak pergi ke kayangan, wahai adikku,” kata Putri Tertua. Putri Bungsu menjawab :”Pakaian dan Kainku telah hilang, bagaimana aku bias pergi kekanyangan”
Putri Kayangan ini pun menitipkan adiknya kepada si Kakek tua karena keenam Putri Kayangan ini ingin pergi ke Kayangan. Sesaat melihat Kakak-kakaknya terbang Putri Bungsu menoleh kea rah Kakek Tua dan sekejap itu pula wajah kakek tua itu berubah menjadi wajah Pria Muda yang Tampan.
Karena ketampan Raden Probodani, Putri Bungsu meminta untuk dipersunting (dikawinkan), namun Raden Probodani menolak karena Putri Bungsu hanya dititipkan kepadanya dan bukan untuk dipersunting. Seperti biasa, Keenam Putri Kayangan keesokan harinya turun untuk mandi di tempat pemandian sambil menjenguk Putri Bungsu, sesampai di tempat pemandian keenam Putri Kayangan inipun terkejut, karena Putri Bungsu tidak lagi bersama kakek tua namun telah bersama Pria Tampan. Putri tertua bertanya kepada Putri Bungsu : “Adikku, siapa yang sedang bersamamu saat ini, kemana kakek tua yang bersamamu kemarin?”
Putri Bungsu menjawab : “Pria tampan inilah kakekk tua yang kemarin bersamaku”
Karena ketertarikannya kepada Raden Probodani, Putri Bungsu meminta kepada Keenam kakaknya untuk merestui karena dirinya ingin menikah dengan raden Probodani. Keenam kakaknyapun memberi restu dengan syarat apabila sudah mendapat keturunan nanti, Putri Bungsu harus kembali ke asalnya, Kayangan.
Setelah menerima restu dari keenam kakaknya, Putri Bungsu akhirnya menikah dengan Raden Probodani. Pernikahan mereka dikaruniai seorang putra dan seorang putri. Si sulung bergelar Raden Suaso karena gigi gerahamnya berbahan suaso dan acap disebut Raden Sakti karena si Sulung, sedangkan si bungsu bernama Putri mayang Mengurai.
Setelah lama berumahtangga, pada suatu hari raden Suaso bercerita kepada Sang Ibu tentang rahasia ayahnya yang selama ini tak diketahui oleh Sang Ibu.
Ia menunjukkan kepada Sang Ibu  tempat dimana Sang Ayah Raden Probodani menyembunyikan Pakaian dan kain yang dicuri Sang Ayah sewaktu Sang Ibu kehilangan pakaian dan kain sewaktu sadang mandi dahulu.
Sang Ibu pun teringat akan syarat yang diberikan keenam kakaknya bahwa ia harus kembali ke Kayangan setelah memiliki keturunan, akhirnya Sang Ibu kembali menggunakan pakaian dan membawa kedua anaknya ke pulau.
Di pulau itu kepada Putri Mayang Mengurai dititipkannya kain dan juga rambut Sang Ibu (menurut berita yang dapat dipercaya panjang rambut itu tujuh hesto) setelah menitipkan kain dan rambutnya Sang Ibupun terbang ke kayangan. Raden Suaso dan Putri Mayang Mengurai menanti Sang Ibu di Pulau itu (pulau ini pun akhirnya diberi nama Pulau Menanti, Pulau Menanti ini berada di Desa Teluk Kecimbung).
Sesaat setelah Sang Ibu terbang, Raden Probodani pun kembali dan melihat kedua anaknya berada di pulau.
Raden Probodani bertanya kepada kedua anaknya “Mengapa kalian berdua berada disini (pulau)?,” kata Raden Probodani.
“Kami menanti Ibu,” jawab Raden Suaso dan Putri Mayang Mengurai.
Raden Probodani akhirnya membawa pulang kedua anaknya kerumah.
Lama ditinggal Istri menciptakan kegelisahan di hati Raden Probodani, pasalnya tak ada lagi yang mengurus kedua anaknya. Untuk menggantikan posisi Sang Ibu, Raden Probodani memutuskan untuk merantau ke daerah Sumatera Selatan dan akhirnya menculik Putri Raja dan dibawa pulang ke rumah.
Adanya kehadiran Ibu Tiri membuat Raden Suaso merasa tidak nyaman berada di rumah, iapun memutuskan untuk mengembara.
Keputusan untuk pergi telah bulat di hati Raden Suaso, iapun memulai pengembaraannya dengan mengikuti hulu Sungai Batang Asai, ia pun akhirnya sampai di Tambak Rantau Kelaso (sebelah mudik Dusun Mengkua) di sini Raden Suaso termenung, sesaat dirinya termenung ia mendengar suara gung gendang di dekat Muara Sungai.
Raden Suaso memutuskan untuk bertapa di Muara Sungai ini, sewaktu melakukan pertapaan Raden Suaso mendapat petunjuk. Dimana dalam petunjuk itu mengatakan “apabila ada yang hanyut esok hari, maka Raden Suaso diminta untuk berenang mengambilnya,” pagi hari sewaktu ia terbangun, Raden Suaso melihat sekumpulan buih berputar-putar ditengah Muara Sungai.
Lalu Raden Suaso memutuskan berenang mendekati sekumpulan buih itu, ketika didekati ternyata di dalam sekumpulan buih itu  Raden Suaso menemukan Seorang Putri, Raden Suasopun menyelamatkan Putri itu ke tepi sungai.
Setelah menyelamatkan Putri Setangkai Buih, timbulah rasa ketertarikan di hati Raden Suaso. Ternyata Putri Setangkai Buih juga merasakan hal yang sama, Putri pun bertanya kepada Raden Suaso, dimana sebaiknya mereka bersemayam. Untuk menjawab pertanyaan Putri Setangkai Buih, Raden Suaso memutuskan untuk bertapa kembali.
Dalam pertapaan itu ia mendapat wasiat untuk mencari tempat di ulak sungai duo muaro, iapun memutuskan untuk hilir Sungai Batangasai dan menemukan ulak sungai duo muaro di tepian napal Dusun Mesjid Desa Lubuk Resam saat ini.
Lama-kelamaan Raden Suaso dan Putri Setangkai Buih melahirkan keturunan-keturunan mereka, hingga akhirnya terbentuklah sebuah dusun. Pada masa itu Dusun ini di pagari (kuto) dan di pintu gerbang ditaruh tempurung tengkorak manusia, itulah kenapa awalnya Dusun ini disebut “Kuto Tempurung”.
Setelah terbentuk Dusun Kuto Tempurung, pada suatu masa masyarakat menemukan telur buaya kumbang (buaya hitam dengan ada tanda putih di ubun-ubunnnya) di sungai, lalu oleh Raden Suaso telur itu ditaruh di peraku (tempat mencuci kaki) hingga telur buaya kumbang itu menetas. Setelah menetas buaya kumbang dibuatkan kolam dan dimasukkan ke dalam kolam, setelah cukup besar buaya kumbang itu pun dipindahkan ke sawah. Saat tubuh buaya kumbang mulai tumbuh besar dan dirasa sawah tak cukup lagi menampungnya, akhirnya oleh Raden Suaso melepaskan buaya kumbang ke Sungai, pelepasan ini dilakukan di Tepian Napal Dusun Mesjid Desa Lubuk Resam saat ini. Sewaktu ingin dilepas, Raden Suaso berikrar kepada Buaya Kumbang, bahwa dirinya (buaya kumbang) tidak boleh menganiaya anak cucu keturunan dari Raden Suaso.
Ternyata Buaya Kumbang ini memiliki kesaktian, apabila dia ke daratan ia berubah menjadi Harimau Kumbang, dan apabila ia ke sungai ia kembali berubah menjadi Buaya Kumbang. Inilah latar belakang sejarah yang menjadikan kuto tempurung diubah namanya menjadi “Lubuk Resam”, Lubuk adalah tempat tinggal Buaya, dan Resam adalah tempat tinggal Harimau.

One Response so far.

  1. nak ngomênt apo aq ni, dah lengkap galo

Leave a Reply

RSSBERITA PROPINSI JAMBI
RSSHUKUM DAN KRIMINAL
RSSNASIONAL
RSSOLAHRAGA
RSSPOLITIK
RSSKESEHATAN
RSSSELEBRITI

Popular Posts

 
INFO SAROLAGUN © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here