JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi
akan menelusuri aliran dana ke pihak-pihak lain dalam kasus dugaan
korupsi simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). Wakil Ketua KPK,
Busyro Muqoddas mengatakan, jika ada yang menerima dana, KPK akan
mengejar hingga ke ujungnya.
"Jika ada yang dialiri, harus dikejar sampai ke ujung-ujungnya," katanya melalui pesan singkat, Minggu (12/8/2012).
Menurut
Busyro, KPK bekerja profesional berdasarkan fakta dan bukti yang
teruji. Jika ditemukan unsur pencucian uang dalam kasus ini, KPK tidak
ragu menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).
"TPPU
haruslah diterapkan dengan spirit ideologis, yaitu ideologi penghukuman
koruptor dalam kesadaran nilai-nilai pembebasan rakyat yang menjadi
victim kolektif akibat buasnya laku kumuh dan bejat si koruptor," ungkap
Busyro.
Selain menjerat pelaku tindak pidana korupsi, TPPU dapat
menjerat pihak-pihak yang diduga menerima aliran uang hasil korupsi
tersebut. Busyro juga mengatakan, maksimalisasi hukuman pelaku tindak
pidana korupsi menjadi suatu keharusan. Hal itu penting sebagai
pembelajaran akhlak agar para pejabat tidak seenaknya melakukan korupsi.
"Agar pejabat siapapun dia tidak mudah dan serba-mau geleman (terima
sogokan) yang haram dan najis secara agama dan hukum positif dan
konvensi UNCAC (United Nations Convention Against Corruption)," katanya.
KPK
menetapkan empat tersangka dalam kasus simulator SIM ini. Mereka adalah
mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri yang sekarang menjadi
Gubernur Akademi Kepolisian nonaktif, Irjen (Pol) Djoko Susilo, Wakil
Kepala Korlantas Polri, Brigjen Didik Purnomo, serta dua pihak swasta,
yakni Sukoco S Bambang, dan Budi Susanto.
Keempatnya dijerat
dengan pasal penyalahgunaan wewenang. Akibat perbuatan mereka, negara
diduga mengalami kerugian Rp 90 miliar hingga Rp 100 miliar. Terkait
kasus dugaan simulator SIM, PPATK menemukan transaksi yang diduga tidak
wajar dalam sejumlah rekening milik salah satu tersangka yang terlibat
dalam proyek simulator itu. Nilanya, lebih dari Rp 10 miliar.
Salah
satu data transaksi, antara lain, pada September 2004, hampir setiap
hari ada setoran di atas Rp 100 juta. Laporan soal transaksi ini, sudah
disampaikan PPATK ke KPK. Temuan transaksi tidak wajar ini memungkinkan
KPK menyelidiki pejabat lain yang berhubungan dengan Korlantas.
"KPK
sudah mencurigai sejak adanya laporan dari kontraktor pengadaan alat
simulasi yang mencurigai ada permainan dalam proyek itu," kata
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra)
Yuna Farhan (Kompas, 12 Agustus 2012).
Menurutnya, temuan PPATK
tersebut baru bukti awal yang harus ditindaklanjuti KPK. Transaksi tidak
wajar itu bisa diperluas penelusurannya hingga pada relasi-relasi
kekuasaan di Polri.
Minggu, 12 Agustus 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)